Sultan: Gubernur Protes TKD Dipangkas Bentuk Tanggung Jawab Politik Kepala Daerah
Kompas - Kadang Politik Dan Uang Emang Nggak Bisa Dipisahin, Apalagi Kalau Udah Nyentuh Urusan Anggaran Daerah. Baru-Baru Ini, Publik Rame Banget Bahas Soal Beberapa Gubernur YangProtes Pemangkasan Dana Transfer Ke Daerah (TKD). Tapi Yang Menarik, Ketua DPD RI Sultan Baktiar Najamudin Malah Ngelihat Aksi Protes Itu Bukan Sebagai Pembangkangan, Tapi Bentuk Tanggung Jawab Politik Terhadap Masyarakat.
Isu Ini
Makin Panas Karena Pemangkasan TKD Dianggap Bisa Ngefek Ke Banyak Program
Pembangunan Daerah. Pemerintah Pusat Ngomong Soal Efisiensi Anggaran, Sementara
Daerah Ngerasa Dibatesin Ruang Geraknya. Nah, Artikel Ini Bakal Ngebahas Lebih
Dalam Tentang Kenapa Protes TKD Jadi Isu Besar, Apa Kata Sultan, Dan
Gimana Dampaknya Buat Sistem Otonomi Daerah Kita.
Apa Itu TKD Dan Perannya Dalam Fiskal Daerah
Sebelum Bahas
Konfliknya, Kita Mesti Tahu Dulu Apa Itu TKD.
Dana Transfer Ke Daerah (TKD) Itu Semacam “Uang Kiriman” Dari Pemerintah
Pusat Buat Bantu Pembiayaan Daerah. Fungsinya Penting Banget: Dari Gaji ASN,
Pembangunan Infrastruktur, Sampe Program Kesejahteraan Masyarakat, Semua Banyak
Yang Bergantung Dari TKD.
Secara Garis
Besar, TKD Diatur Dalam APBN Tiap Tahun. Di Situ Udah Ada Rincian Berapa Yang
Dikasih Ke Provinsi Dan Kabupaten/Kota. Sistem Ini Dibuat Biar Pemerataan
Ekonomi Antarwilayah Bisa Jalan. Tapi, Tahun 2026 Nanti, Ada Kebijakan Baru
Yang Bikin Alokasi TKD Bakal Dipangkas — Dan Di Sinilah Drama Dimulai.
Pemangkasan TKD Di APBN 2026: Alasan Dan Kebijakan Efisiensi
Menurut
Kemenkeu, Pemangkasan TKD Bukan Tanpa Alasan. Pemerintah Lagi Nyoba
Menata Ulang Aliran Anggaran Biar Lebih Efisien. Mereka Bilang, Selama Ini Ada
Banyak Program Di Daerah Yang Tumpang Tindih Atau Malah Nggak Produktif. Jadi,
Lewat Revisi APBN 2026, Dana Transfer Bakal Disesuaikan Dengan Kinerja
Masing-Masing Daerah.
Tapi Buat
Sebagian Kepala Daerah, Kebijakan Ini Berasa Kayak "Dipinggirkan". Mereka
Ngerasa Pemerintah Pusat Terlalu Cepat Bikin Keputusan Tanpa Komunikasi Yang
Cukup. Soalnya, TKD Itu Nyangkut Langsung Sama Pelayanan Publik. Kalau Dana
Turun, Otomatis Program Daerah Bisa Mandek.
Efek Domino-Nya
Juga Serius. Banyak Proyek Infrastruktur, Pendidikan, Dan Kesehatan Yang
Kemungkinan Ditunda. Bahkan, Beberapa Provinsi Udah Sounding Bakal Revisi
Rencana Kerja Karena Dana Dari Pusat Dipangkas Cukup Signifikan.
Reaksi Gubernur: Protes Sebagai Bentuk Tanggung Jawab Politik
Nah, Di
Sinilah Muncul Pernyataan Sultan Yang Jadi Highlight.
Beberapa Gubernur Mulai Nyuarain Ketidakpuasan Mereka — Ada Yang Lewat Media,
Ada Yang Langsung Dateng Ke Kemenkeu Buat Klarifikasi. Buat Sebagian Orang, Ini
Kayak Bentuk Perlawanan, Tapi Sultan Justru Bilang Itu Bentuk Tanggung Jawab
Politik Kepala Daerah.
Menurutnya,
Gubernur Yang Protes Justru Nunjukin Kepedulian Mereka Sama Rakyat. Mereka Punya
Kontrak Sosial Lewat Janji Kampanye Dan Kebijakan Yang Harus Dijalankan. Kalau Dana
Dipotong, Otomatis Tanggung Jawab Itu Ikut Terganggu. Jadi, Wajar Aja Kalau
Mereka Bersuara.
Kalimat
Sultan Ini Kemudian Viral Karena Dianggap Berani Dan Realistis.
Buat Dia, Kritik Kepala Daerah Ke Pusat Bukan Bentuk Pembangkangan, Tapi
Refleksi Dari Sistem Politik Yang Sehat — Di Mana Dialog Dan Transparansi
Seharusnya Jadi Kunci.
Pernyataan Sultan: Apresiasi Protes Dan Kritik Terhadap Pemangkasan
Dalam Keterangannya,
Sultan Ngasih Angle Yang Agak Beda Dari Pejabat Kebanyakan.
Ia Bilang, Protes Para Gubernur Harusnya Diapresiasi Karena Nunjukin Komitmen
Terhadap Rakyatnya. Ia Juga Ngingetin Pemerintah Pusat Biar Jangan Cuma
Fokus Ke Angka Efisiensi, Tapi Juga Lihat Realita Di Lapangan.
“Pemangkasan
Dana Itu Harusnya Dibarengin Dengan Kebijakan Transisi Yang Adil, Bukan Asal
Pangkas,” Kata Sultan.
Lebih Jauh, Dia Juga Nyinggung Soal Wacana Pilkada Gubernur Yang Menurutnya
Bisa Dievaluasi Supaya Hubungan Pusat-Daerah Lebih Stabil Dan Nggak Terlalu
Politis.
Pernyataan Ini
Langsung Dapet Banyak Reaksi. Ada Yang Dukung Karena Dinilai Berpihak Ke
Daerah, Tapi Ada Juga Yang Ngerasa Sultan Terlalu Keras Ke Pemerintah Pusat. Tapi
Satu Hal Jelas — Pandangannya Bikin Diskusi Publik Jadi Lebih Terbuka.
Tanggapan Pemerintah Dan Mendagri Soal Pemangkasan TKD
Di Sisi
Lain, Pemerintah Nggak Tinggal Diam.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian Ngerespons Isu Ini Dengan Bilang
Kalau Protes Kepala Daerah Itu Wajar, Tapi Perlu Juga Introspeksi. Katanya,
Banyak Daerah Yang Selama Ini Kurang Efisien Dalam Ngatur TKD. Bahkan, Ada Yang
Anggarannya Habis Buat Belanja Pegawai, Bukan Program Publik.
Tito Juga
Nyorotin Perlunya Kolaborasi, Bukan Konfrontasi.
Ia Bilang, Pemerintah Pusat Bakal Terus Buka Ruang Dialog, Tapi Tetap Berpegang
Pada Prinsip Efisiensi Dan Akuntabilitas Anggaran. “Kita Nggak Bisa
Terus-Menerus Kasih Dana Besar Tanpa Output Yang Jelas,” Ujarnya.
Jawaban Ini
Semacam Jadi Penegasan Bahwa Pemangkasan TKD Bukan Sekadar Penghematan, Tapi
Juga Cara Pemerintah Mendorong Daerah Buat Lebih Mandiri.
Implikasi Pemangkasan TKD Terhadap Otonomi Daerah Dan Program Daerah
Yang Jadi
Pertanyaan Besar Sekarang Adalah: Gimana Nasib Otonomi Daerah Kalau TKD Terus
Dikurangin?
Karena Faktanya, Sebagian Besar Provinsi Masih Bergantung Banget Sama Dana
Transfer. Kalau Porsi TKD Menurun, Daerah Harus Cari Sumber Pendapatan Baru
Lewat Pajak Daerah, Retribusi, Atau Investasi.
Masalahnya,
Nggak Semua Daerah Punya Potensi Ekonomi Yang Sama.
Provinsi Kayak Jawa Barat Atau Jawa Timur Mungkin Bisa Adaptasi, Tapi Gimana
Dengan Daerah Di Timur Indonesia Yang Ekonominya Masih Lemah? Kalau Nggak
Hati-Hati, Kebijakan Efisiensi Ini Bisa Makin Lebarin Kesenjangan Antarwilayah.
Jadi,
Pemangkasan TKD Bukan Cuma Isu Fiskal, Tapi Juga Soal Keadilan Sosial Dan
Keseimbangan Pembangunan Nasional.
Tantangan Transparansi Dan Akuntabilitas Anggaran Daerah
Di Sisi Lain,
Kita Juga Nggak Bisa Nutup Mata: Banyak Daerah Emang Masih Belum Transparan
Dalam Ngatur Anggaran.
Masih Ada Laporan Penggunaan TKD Yang Nggak Jelas, Tumpang Tindih, Bahkan
Diselewengkan. Nah, Di Titik Ini, Pemerintah Pusat Punya Alasan Kuat Buat
Ngerem Dana Supaya Penggunaannya Lebih Akuntabel.
Tapi Solusi
Jangka Panjangnya Bukan Cuma Motong Dana, Tapi Juga Bikin Sistem Pengawasan
Yang Bener-Bener Jalan. Audit Independen, Digitalisasi Anggaran, Dan
Pelatihan Manajemen Keuangan Daerah Bisa Jadi Langkah Konkret Biar Setiap Rupiah
TKD Tepat Sasaran.
Pelajaran Dan Harapan: Reformasi Fiskal Dan Politik Daerah
Kalau Dilihat
Dari Semua Dinamika Ini, Sebenarnya Ada Pelajaran Besar Buat Kita Semua.
Protes Gubernur Nunjukin Kalau Sistem Fiskal Dan Politik Di Indonesia Masih
Butuh Pembenahan. Pemerintah Pusat Harus Lebih Terbuka Dalam Komunikasi
Kebijakan, Sementara Daerah Perlu Lebih Disiplin Dalam Pengelolaan Dana.
Harapannya,
Krisis TKD Ini Bisa Jadi Momentum Buat Lahirnya Reformasi Fiskal Yang Lebih
Adil Dan Transparan.
Jangan Sampai Hubungan Pusat-Daerah Cuma Jadi Ajang Tarik Ulur Kepentingan
Politik, Tapi Harus Berkembang Jadi Kolaborasi Yang Solid Buat Kepentingan
Rakyat.
Penutup
Jadi, Waktu Sultan
Bilang Protes Itu Bentuk Tanggung Jawab Politik, Dia Sebenarnya Lagi Ngajak
Kita Semua Buat Ngelihat Isu Ini Dari Sisi Lain. Ini Bukan Cuma Soal Duit
Daerah Yang Berkurang, Tapi Juga Soal Keberanian Pejabat Publik Buat Speak Up
Demi Warganya.
Di Ujung Hari, Politik Yang Sehat Adalah Yang Masih Nyimpen Empati — Bahkan Di
Tengah Pemangkasan Anggaran.