Dari Kegelapan Ke Cahaya: Kisah Inspiratif 2 Tunanetra Yang Menembus Dunia Teknologi
Kompas - Lo Tau Nggak Sih, Di Tengah Dunia Yang Serba Digital Ini, Ada Dua Sosok Luar Biasa Yang Berhasil Buktiin Kalau Keterbatasan Fisik Bukan Alasan Buat Berhenti Bermimpi. Dua Tunanetra Di Dunia Teknologi Ini Literally Ngelawan Segala Batasan Dan Nunjukin Kalau Semangat Dan Inovasi Bisa Nyalain “Cahaya” Bahkan Di Tengah Kegelapan.
Cerita Mereka
Bukan Cuma Soal Teknologi Doang, Tapi Juga Tentang Perjuangan, Keberanian, Dan
Tekad Buat Tetep Relevan Di Era Digital. Banyak Banget Orang Yang Nganggep
Bahwa Penyandang Disabilitas Nggak Bisa Masuk Ke Dunia IT, Tapi Dua Orang Ini
Berhasil Ngubah Pandangan Itu.
Di Artikel
Ini, Kita Bakal Bahas Dari Awal Gimana Mereka Berjuang, Teknologi Apa Aja Yang
Bantu Mereka, Gimana Pencapaiannya, Sampai Gimana Kisah Mereka Bisa Jadi
Inspirasi Buat Industri Teknologi Biar Makin Inklusif. Jadi Siap-Siap, Karena
Kisah Ini Bakal Bikin Lo Ngerasa Termotivasi Banget!
Siapa Mereka & Latar Hidup Awal
Sebut Aja
Mereka Rafi Dan Laras, Dua Sosok Yang Lahir Dengan Kondisi
Penglihatan Terbatas Tapi Punya Mimpi Tanpa Batas. Rafi Kehilangan
Penglihatannya Waktu Umur 7 Tahun Gara-Gara Penyakit Retina Degeneratif,
Sementara Laras Tunanetra Total Sejak Lahir. Tapi Keduanya Tumbuh Di Lingkungan
Yang Supportive Banget — Keluarga, Teman, Bahkan Guru Mereka Punya Peran Besar
Banget Dalam Ngebangun Mental Kuat Dan Rasa Percaya Diri.
Dari Kecil, Rafi
Udah Tertarik Banget Sama Komputer. Awalnya Dia Cuma Penasaran Gimana Laptop
Bisa “Ngomong” Lewat Suara Robot Yang Keluar Dari Speaker. Dari Situ, Dia Mulai
Belajar Coding Dengan Bantuan Screen Reader. Sementara Itu, Laras Justru Jatuh
Cinta Sama Dunia Desain Dan Teknologi Asistif. Walaupun Banyak Yang Bilang
“Mustahil”, Dia Malah Nunjukin Kalau Dengan Alat Bantu, Semuanya Bisa Dilakuin.
Hambatan & Tantangan Yang Dihadapi
Kalo Ngomongin
Soal Tantangan, Perjalanan Mereka Nggak Bisa Dibilang Gampang. Dunia Digital
Emang Keren, Tapi Sayangnya Belum Sepenuhnya Inklusif Buat Penyandang
Disabilitas.
Pertama, Stigma
Sosial Masih Jadi Tembok Gede Banget. Banyak Orang Nganggep Bahwa Tunanetra
Nggak Bisa “Lihat Layar”, Jadi Otomatis Nggak Cocok Kerja Di Dunia Teknologi. Padahal,
Itu Persepsi Yang Totally Salah. Kedua, Akses Pendidikan Teknologi Juga
Terbatas. Gak Semua Kampus Punya Fasilitas Komputer Bicara Atau Modul Khusus
Buat Pelajar Disabilitas.
Selain Itu,
Harga Alat Bantu Teknologi Adaptif Juga Masih Mahal Banget. Misalnya,
Screen Reader Berlisensi Internasional Bisa Nyampe Jutaan Rupiah. Tapi, Di
Sinilah Semangat Rafi Dan Laras Diuji. Mereka Nyari Cara Biar Tetap Bisa
Belajar — Dari Pakai Software Open Source Kayak NVDA, Sampe Bikin Shortcut
Sendiri Buat Navigasi Sistem Operasi.
Dan Tentu
Aja, Di Balik Semua Itu Ada Perjuangan Emosional. Nggak Gampang Buat Nerima
Keterbatasan, Apalagi Ketika Lo Pengen Ngejar Bidang Yang Butuh Interaksi
Visual Tinggi. Tapi Keduanya Terus Beradaptasi Dan Nggak Pernah Nyerah.
Strategi, Tekad, Dan Teknologi Penolong
Nah, Di
Bagian Ini Mulai Seru Banget. Lo Bakal Amazed Sama Cara Mereka Ngakalinnya.
Rafi Mulai
Belajar Coding Lewat Audio. Bayangin Aja, Dia Nulis Baris-Baris Kode
Tanpa Liat Monitor — Semua Dihafalin Berdasarkan Suara Dari Screen Reader. Fokusnya
Luar Biasa. Dia Juga Ngembangin Tool Kecil Berbasis Python Buat Bantu Teman
Tunanetra Lain Ngatur Shortcut Keyboard Di Windows.
Laras, Di
Sisi Lain, Lebih Fokus Ke UI/UX Inklusif. Dia Kerja Bareng Tim Developer
Buat Bantu Desain Aplikasi Yang Ramah Disabilitas. Bahkan, Dia Jadi Konsultan
Di Salah Satu Startup Teknologi Aksesibilitas Di Jakarta. Teknologi Kayak Voiceover,
Talkback, Dan OCR AI (Optical Character Recognition Berbasis Artificial
Intelligence) Jadi Senjata Utama Mereka.
Selain Alat
Bantu Digital, Mereka Juga Dapet Dukungan Komunitas Kayak Difabletech Indonesia
Dan Inclusive Coders. Komunitas Ini Bukan Cuma Tempat Belajar, Tapi Juga
Jadi Wadah Support System Yang Solid Banget. Di Situ Mereka Ketemu Mentor, Ikut
Hackathon, Sampe Dapet Beasiswa Teknologi Inklusif Dari Lembaga Internasional.
Pencapaian & Dampak Karya Mereka
Dari Perjuangan
Panjang Itu, Muncullah Hasil Yang Bener-Bener Mind-Blowing.
Rafi Berhasil
Bikin Plugin Open-Source Yang Bisa Bantu Pengguna Tunanetra Navigasi Kode Di IDE
Populer Seperti Visual Studio Code. Tool Ini Sekarang Udah Diunduh Ribuan Kali
Di Github Dan Dipake Sama Developer Di Berbagai Negara. Sementara Laras Sukses
Bikin Prototype Aplikasi “Eyesontech” — Platform Pembelajaran Online Yang
Seluruh Kontennya Bisa Diakses Lewat Audio Dan Perintah Suara.
Nggak Cuma
Itu, Mereka Juga Sering Diundang Buat Jadi Pembicara Di Acara Teknologi
Inklusif. Media Nasional Dan Internasional Pun Mulai Ngelirik Kisah Mereka. Bahkan,
Salah Satu Dari Mereka Masuk Ke Daftar Forbes 30 Under 30 Asia Kategori Social
Impact — Keren Banget, Kan?
Tapi Yang
Paling Penting, Karya Mereka Ngasih Dampak Sosial Nyata. Banyak Penyandang
Tunanetra Lain Yang Terinspirasi Dan Mulai Belajar Coding Atau Desain. Beberapa
Kampus Juga Mulai Ngembangin Program “Aksesibilitas Digital” Gara-Gara
Terinspirasi Dari Mereka.
Pelajaran & Rekomendasi Untuk Pemerintah, Industri & Masyarakat
Nah, Ini
Poin Penting Buat Kita Semua. Kisah Rafi Dan Laras Buktiin Bahwa Potensi
Penyandang Disabilitas Tuh Gede Banget — Asal Dikasih Kesempatan.
Pemerintah Perlu
Banget Ningkatin Kebijakan Pendidikan Inklusif, Terutama Di Bidang
Teknologi. Misalnya, Dengan Nambahin Kurikulum Aksesibilitas Digital Dan
Subsidi Alat Bantu. Industri Teknologi Juga Harus Mulai Mikirin Inclusive
Design, Bukan Cuma UX Buat Pengguna Umum, Tapi Juga Buat Pengguna
Disabilitas.
Sementara Buat
Masyarakat, Ayo Ubah Cara Pandang. Jangan Fokus Ke Kekurangannya, Tapi Liat
Potensinya. Dukungan Kecil Kayak Ngajarin Cara Pakai Laptop Dengan Screen
Reader Atau Bantu Akses Informasi Teknologi Bisa Berarti Besar Banget Buat
Mereka.
Penutup
Dari Kisah
Dua Tunanetra Luar Biasa Ini, Kita Belajar Satu Hal Penting: Keterbatasan Bukan
Akhir, Tapi Awal Dari Adaptasi. Dunia Teknologi Emang Penuh Tantangan, Tapi
Juga Ngasih Ruang Buat Siapa Aja Yang Mau Berjuang.
Teknologi, Kalau Dikembangin Dengan Niat Baik Dan Inklusif, Bisa Jadi Jembatan Yang Ngubungin Antara Mimpi Dan Kenyataan. Kisah Rafi Dan Laras Jadi Bukti Nyata Bahwa Kegelapan Bukan Penghalang Buat Bersinar. Karena Pada Akhirnya, Cahaya Itu Datang Bukan Dari Mata — Tapi Dari Semangat Yang Nggak Pernah Padam.