BREAKING NEWS

BUMN Malas & Sulit Bersaing: Dampak Proteksi Negara Yang Terlalu Lama

BUMN Malas & Sulit Bersaing: Dampak Proteksi Negara Yang Terlalu Lama

Kompas  - 
 Lo Pernah Nggak Sih Ngerasa Heran Kenapa Beberapa BUMN Sulit Bersaing Di Era Sekarang? Padahal, Statusnya Udah “Milik Negara”, Modal Kuat, Aset Gede, Tapi Tetap Aja Performanya Kalah Jauh Dari Perusahaan Swasta Bahkan Startup Kecil. Ternyata, Akar Masalahnya Nggak Serumit Itu — Salah Satunya Karena BUMN Terlalu Lama Diproteksi Negara. Alih-Alih Bikin Nyaman, Proteksi Justru Bikin Sebagian Perusahaan Plat Merah Jadi “Manja” Dan Kehilangan Semangat Kompetitif.

Di Awal, Proteksi Dari Negara Memang Punya Niat Baik: Ngelindungin Sektor Strategis, Ngejaga Harga Stabil, Dan Nyiptain Lapangan Kerja. Tapi Kalau Dikasih Proteksi Terus Tanpa Tuntutan Performa, Hasilnya Malah Kayak Anak Kos Yang Nggak Pernah Disuruh Mandiri — Begitu Dilepas, Langsung Kelimpungan. Akhirnya, Budaya Kerja Jadi Stagnan, Inovasi Minim, Dan Efisiensi Jalan Di Tempat.

Sekarang Dunia Udah Berubah Cepet Banget. Globalisasi, Digitalisasi, Dan Kompetisi Bebas Bikin Semua Sektor Harus Adaptif. Tapi Sebagian BUMN Masih Stuck Di Pola Pikir Lama. Nah, Di Sini Kita Bakal Bahas Kenapa Proteksi Negara Yang Terlalu Lama Bisa Bikin BUMN Kehilangan Daya Saing — Plus Gimana Cara Mereka Bisa Bangkit Biar Nggak Ketinggalan Zaman Lagi.

Akar Masalah BUMN Sulit Bersaing Di Era Modern

Ketergantungan Pada Subsidi Dan Monopoli Pasar

Jujur Aja, Kalau Lo Udah Nyaman Dapet Subsidi Dan Punya Pasar Monopoli, Siapa Sih Yang Masih Semangat Buat Berinovasi? Banyak BUMN Yang Terbiasa Diselamatin Tiap Kali Rugi, Jadi Nggak Ada Dorongan Buat Efisiensi Atau Ngebangun Sistem Yang Tangguh.

Contohnya, Beberapa Perusahaan Energi Atau Transportasi Yang Masih Bergantung Banget Pada Bantuan APBN. Begitu Kompetitor Swasta Masuk Dengan Layanan Yang Lebih Cepat, Harga Lebih Fleksibel, Dan Manajemen Lebih Gesit, BUMN Sering Keteteran. Proteksi Yang Terlalu Lama Bikin Mereka “Nyaman” Di Zona Aman — Tapi Sekaligus Menjauhkan Dari Realita Pasar Bebas.

Budaya Kerja Yang Terlalu Birokratis

Selain Itu, Birokrasi Di Dalam BUMN Juga Sering Jadi Momok. Semua Keputusan Harus Lewat Lapisan Panjang, Dari Direksi, Komisaris, Sampai Kementerian. Akibatnya, Proses Inovasi Jadi Super Lambat. Dalam Bisnis Modern, Kecepatan Itu Segalanya.

Birokrasi Yang Tebel Bikin Talenta Muda Kreatif Di BUMN Nggak Punya Ruang Berekspresi. Ide Baru Bisa Mentok Karena Takut “Ngelanggar Aturan” Atau “Belum Ada Aturannya.” Padahal, Perusahaan Swasta Udah Melaju Duluan Dengan Sistem Agile Dan Kultur Eksperimental.

Efek Proteksi Negara Yang Terlalu Lama Terhadap Daya Saing

Hilangnya Semangat Kompetisi Dan Efisiensi Operasional

Kalau Terus Dipelihara Tanpa Tekanan Kompetisi, Semangat Kompetitif Otomatis Luntur. BUMN Jadi Sibuk Ngatur Internal, Bukan Ngembangin Produk Atau Layanan Buat Pelanggan. Hasilnya? Produktivitas Rendah, Efisiensi Anjlok, Dan Inovasi Mandek.

Beberapa Ekonom Bilang, Proteksi Jangka Panjang Itu Kayak “Perban” Yang Nggak Pernah Dilepas — Awalnya Nyembuhin Luka, Tapi Kalau Dibiarkan Terus Malah Bikin Infeksi. Hal Yang Sama Berlaku Di Sektor BUMN.

Kesenjangan Kualitas Produk Dengan Perusahaan Swasta Dan Global

Coba Bandingin Aja Antara Layanan BUMN Dan Swasta Di Sektor Telekomunikasi, Energi, Atau Penerbangan. Yang Swasta Biasanya Udah Mikir User Experience, Digitalisasi, Dan Efisiensi Biaya. Sementara Banyak BUMN Masih Berurusan Dengan Dokumen Manual, Tanda Tangan Basah, Dan Laporan Yang Makan Waktu Berminggu-Minggu.

Proteksi Yang Terus Dikasih Tanpa Inovasi Bikin Jarak Kualitas Makin Lebar. Dan Ironisnya, Publik Jadi Kehilangan Kepercayaan Terhadap Perusahaan Pelat Merah Yang Harusnya Bisa Jadi Kebanggaan Nasional.

Pandangan Ekonom Dan Akademisi Soal Kinerja BUMN

Ekonom Kayak Faisal Basri Atau Chatib Basri Udah Lama Bilang Kalau Ketergantungan BUMN Pada Proteksi Negara Itu Bahaya Jangka Panjang. Dalam Jangka Pendek, Mungkin Bisa Stabilin Ekonomi. Tapi Dalam Jangka Panjang, Bikin Pasar Nggak Efisien Dan Menghambat Pertumbuhan Produktivitas Nasional.

Data Dari Kementerian BUMN Juga Nunjukin, Dari Lebih Dari 100 Perusahaan Pelat Merah, Cuma Sebagian Kecil Yang Benar-Benar Profit Konsisten. Sisanya? Banyak Yang Masih Bergantung Pada Restrukturisasi Atau Bantuan Modal Dari Negara.

Akademisi Juga Menyoroti Kurangnya Kompetensi Manajerial Dan Sistem Meritokrasi Di BUMN. Banyak Jabatan Penting Diisi Bukan Berdasarkan Kinerja, Tapi Karena Koneksi Politik. Gimana Mau Bersaing Kalau Manajemen Aja Masih Kayak Gitu?

Studi Kasus BUMN Yang Gagal Dan Berhasil Bersaing Di Pasar Terbuka

Ambil Contoh Garuda Indonesia. Di Masa Pandemi, Mereka Jadi Simbol Betapa Rapuhnya Manajemen Yang Nggak Efisien. Biaya Operasional Tinggi, Utang Numpuk, Dan Pengelolaan Aset Nggak Transparan. Semua Ini Hasil Dari Sistem Yang Terlalu Nyaman Dengan Perlindungan Negara.

Tapi Ada Juga Contoh Sukses Kayak Telkom Indonesia Dan Bank Mandiri. Keduanya Berani Buka Diri Terhadap Kompetisi, Berinvestasi Besar Di Digitalisasi, Dan Fokus Ke Customer Experience. Telkom Bahkan Ekspansi Ke Startup Digital Dan Platform Global. Artinya, Kalau BUMN Mau Berubah, Peluang Itu Selalu Ada — Asal Berani Keluar Dari Selimut Proteksi.

BUMN Malas & Sulit Bersaing: Dampak Proteksi Negara Yang Terlalu Lama

Transformasi Digital Dan Inovasi: Jalan Keluar BUMN

Digitalisasi Sebagai Katalis Efisiensi

Digitalisasi Tuh Bukan Cuma Tren, Tapi Keharusan. Lewat Teknologi, BUMN Bisa Ngerampingin Birokrasi, Mempercepat Keputusan, Dan Mempermudah Akses Layanan Publik. Banyak Proses Administratif Bisa Dipangkas Lewat Sistem Digital — Nggak Perlu Lagi Rapat Berlembar-Lembar Dokumen.

Kalau Telkom Dan Pertamina Bisa Mulai Digitalisasi, Kenapa Yang Lain Nggak? Tantangannya Cuma Satu: Mindset. Selama Mindset-Nya Masih “Yang Penting Aman,” Inovasi Bakal Susah Tumbuh.

Kolaborasi Swasta Dan Reformasi Manajemen

Selain Digitalisasi, Kolaborasi Sama Sektor Swasta Juga Wajib. Swasta Punya Budaya Cepat Dan Efisien, Sedangkan BUMN Punya Akses Dan Jaringan Besar. Kalau Dua Dunia Ini Dikawinin Dengan Bener, Hasilnya Bisa Luar Biasa.

Tapi Kuncinya Di Reformasi Manajemen. Posisi Strategis Harus Diisi Orang Yang Kompeten Dan Punya Visi Bisnis, Bukan Sekadar “Titipan Politik.” Transparansi Dan Profesionalisme Jadi Syarat Mutlak Buat Ngebangun Kepercayaan Publik Lagi.

Peran Pemerintah Dalam Mengurangi Ketergantungan

Pemerintah Juga Harus Tegas. Proteksi Boleh, Tapi Sementara. Harus Ada Tenggat Waktu, Target Efisiensi, Dan Insentif Performa. Beberapa Langkah Kayak IPO Sebagian BUMN, Merger Efisiensi, Dan Audit Terbuka Bisa Jadi Solusi.

Kebijakan Fiskal Yang Sehat Juga Penting. Bukan Berarti Negara Lepas Tangan, Tapi Bantu BUMN Beradaptasi Ke Sistem Pasar Yang Sehat. Dengan Begitu, Persaingan Bisa Jadi Dorongan Buat Tumbuh, Bukan Ancaman.

Dampak BUMN Tidak Kompetitif Bagi Perekonomian Nasional

Kalau BUMN Terus Nggak Kompetitif, Dampaknya Gede Banget Buat Ekonomi Nasional. Pertama, Beban Fiskal Meningkat Karena Negara Harus Terus “Nyuntik” Dana. Kedua, Investor Asing Bisa Ragu Masuk Karena Ekosistem Bisnis Terlihat Nggak Efisien. Ketiga, Masyarakat Rugi Karena Layanan Publik Nggak Maksimal.

BPS Bahkan Sempat Nyebutin, Kontribusi BUMN Terhadap PDB Masih Belum Optimal Dibanding Potensi Aset Yang Mereka Kelola. Artinya, Potensi Gede Banget — Tapi Belum Tergarap Karena Sistemnya Belum Beres.

Harapan Baru Untuk BUMN Di Era Persaingan Global

Tapi Tenang, Nggak Semuanya Suram. Generasi Muda Di BUMN Sekarang Banyak Yang Punya Semangat Baru. Mereka Ngerti Pentingnya Efisiensi, Digitalisasi, Dan Transparansi. Dengan Dukungan Kebijakan Yang Jelas, BUMN Bisa Balik Jadi Motor Penggerak Ekonomi Nasional.

Proteksi Negara Itu Penting, Tapi Harus Ada Batasnya. BUMN Harus Belajar Bersaing Kayak Perusahaan Biasa — Karena Di Dunia Bisnis Modern, Yang Bisa Bertahan Cuma Mereka Yang Terus Berinovasi. Jadi, Udah Waktunya BUMN Keluar Dari Zona Nyaman Dan Buktiin Kalau Mereka Bisa Bersinar Tanpa Harus Selalu Diselimuti Proteksi.

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar